Kegelisahan Putro; Pulang Kampung

Tadi sore, sambil menunggu air panas untuk keperluan mandi, saya menghampiri Putro, teman serumah yang mukanya sedang gelisah dan mendelengi computer sambil facebookan dan menghisap sebatang rokok. Putro bercerita dengan nada memelas kepasa saya…

“Mas, saya ingin pulang akhir-akhir ini” Jelas Putro

“Ohya?!! Kapan mau pulang? Mumpung liburan lo..” tanyaku

“Tapi saya gelisah dan bimbang mas, saya belum siap menghadapi masyarakat kalau pulang” Putro sambil garuk-garuk kepala menjelaskan kepadaku.

Itulah sekilas potret Putro yang telah empat tahun hidup di luar negri mengembara mencari sejengkal ilmu untuk bisa menjadi seorang abdi masyarakat yang berdeda dan lebih dari sekedar seorang abdi pada umumnya.

Kegelisahan bagi pelajar atau santri ketika hendak melangkahkan kaki kedepan untuk mengabdikan diri dan menghadapi masyarakat yang majmuk di tempat asalnya hampir bisa dipastikan dialami oleh semua orang, khususnya mahasiswa luar negri. Selain karena factor budaya yang berbeda, juga karena masyarakat menerima kita secara utuh, syamilan kamilan sebagai mahasiswa alumni atau jebolan LN yang mampu menguasai segala bidang disiplin ilmu dan capable dalam segala hal.

Perbedaan tradisi dan budaya antara tempat belajar dan masyarakat tempat mengabdi kadang menjadikan satu kekhawatiran yang berlebihan. Bahkan tidak sedikit menjadikan sebuah ketakutan sehingga lebih memilih hengkang tinggal bersama masyarakat asal. Padahal budaya dan tradisi masyarakat tersebut sudah sering kita amalkan sehingga hanya perlu pemupukan dan kesiapan dan mental diri yang lebih matang.

Anggapan masyarakat tentang kemampuan setaip alumni luar negri, khususnya timur tengah yang mendalami ilmu agama dan bahasa memang sangat menjadi beban yang sangat berat. Khusus untuk alumni timur tengah, selain diuji wawasan intelektual keagamaan, kemampuan berbahasa yg baik dan benar serta kaidah-kaidahnya, pemahaman hukum yang berkaitan dengan syariah atau fikih juga wawasan internasional dan technologi dimana secara jelas dua ilmu ini sedikit sekali didapatkan dibangku kuliah.

Obrolan diatas bersama Putro tadi berlanjut tidak hanya sampai situ, tapi kami sampai membahas masalah bagaimana supaya mempunyai keberanian dalam menghadapi masyarakat dan hal-hal yang perlu dipersiapkan sehingga kita bisa benar-benar confidence dan masyarakat tidak memandang kita sebelah mata. Dalam obrolan kami tadi selain kita berlatihh sejak dini, juga perlu adanya sifat “nekat”. Nekat dimaksyudkan bukan nekat yang sembarangan, melainkan nekat yang terkonsep.

[asbun=asal bunyi nyaring]

Tinggalkan komentar